Sebuah julukan; Lelaki Bersayap

Pada sebuah persenjaan tak jauh dari  Pantai Losari, Agustus 2016 (Foto oleh Andi Najamuddin)

Manusia selalu menjejali dirinya dengan berbagai kerumitan. Namun menyenangkannya adalah selalu saja ada seseorang yang Tuhan utus dan hadir sebagai penyelamat. Namun, manusia tak pernah benar-benar mampu menolong manusia lain. Pada kenyataanya, setiap dari mereka hanya mampu menyelamatkan dirinya sendiri.
Aku khawatir kata-kata tak pernah cukup untuk mengisi kekosongan pada diri seseorang, tak pernah cukup untuk menyentuh bagian tubuhmu yang harus kusentuh saat kau menggebu-gebu merindukanku. Aku takut kata-kata hanya menambah kesepian baru pada diri orang lain yang membaca tulisan ini, termasuk aku sendiri. Meski kata-kata bukanlah apa-apa untukmu, kata-kata bukanlah hal baru pada peradaban manusia atau bahkan kata-kata tak mampu membuatmu aman dari rasa lapar dan dari segala hal yang mengganggumu di jagat raya ini. Aku percaya bahwa kata-kata adalah sebuah ruang ajaib yang sanggup menampung apa saja. Kata-kata adalah sebuah ruang ajaib yang sanggup menyimpan segala hal berat ketika kecemasanmu tak mampu kau letakkan di mana pun. Kata-kata selalu hadir sebagai semesta raya, sebagai samudera, sebagai bantal empuk saat lelah tengah menggelantung di matamu atau bahkan sebagai langit yang mampu menyembunyikan kecemasan siapa pun. Kata-kata sering kupandangi sebagai segala hal yang tak mampu kudefenisikan sebagai apa pun bahkan ketika dirinya sendiri tak mampu menjelaskan diri sebagai dan dengan kata-kata itu sendiri.
Aku pernah bermimpi akan menjadi sebuah kata-kata pada diri seseorang yang kau kagumi. Setiap hal yang akan keluar berhamburan dari mulutnya bagimu adalah tetes embun yang deras bagai hujan yang kau percaya mampu menjinakkan segala keresahanmu ketika kau mengingat-ingatnya kembali pada dini hari yang tak pernah tidur bagimu. Aku kadangkala tak percaya, bagaimana hanya sebuah kata-kata, yang tak terlihat, yang tak tersentuh mampu menggetarkan bagian-bagian terdalam dan terpencil dalam dirimu sedemikian hebatnya.
Setelah pertemuan kita yang maya pada tempo hari, aku yakin bahwa kata-kata sama hebatnya dengan ledakan bom atom yang menggetarkan separuh bumi. Jika kuingat-ingat kembali, hampir tak ada sepatah kata pun yang tak mesti kulupakan setelah percakapan ringan itu. Rasanya begitu berat menjadi seseorang yang telah lama mati dan memutuskan untuk hidup kembali, kau pasti tahu kan perasaan seperti itu? Aku percaya bahwa yang membuat kita sedemikian adiktifnya satu sama lain adalah kata-kata yang kita lontarkan begitu tepat mengenai sesuatu dalam diri kita yang telah lama tak terjamah. Masing-masing dari kita pernah berada pada tumpukan kesepian yang akhirnya menenggelamkan segala yang ingin tumbuh dengan bahagia. Kita pernah menyerah meskipun pada kenyataannya kita belum pernah benar-benar berusaha, kita pernah ingin berhenti meski sebenarnya tak ada yang pernah benar-benar kita lakukan, kita merasa pernah ingin mengakhiri meski belum satu pun yang pernah benar-benar kita mulai. Kemudian sejak saat itu, kita mendamba seseorang dengan hebatnya. Misalnya, “Lelaki Bersayap” seperti yang selalu kau impikan dahulu. Aku bukanlah orang itu. Aku tetap aku. Pria ini masih aku yang hatinya pernah mati suri sepertimu.
Entah sudah berapa kali kukatakan jika aku begitu membutuhkan seseorang yang jauh. Seseorang yang menghargai kata-kata. Seseorang yang menghargai betapa pentingnya bertanya, menjawab atau sekedar menanyakan dan menceritakan segala hal sepele yang kita lakukan hari itu. Aku sadar ternyata manusia benar-benar membutuhkan pertanyaan. Ternyata manusia bukanlah apa-apa tanpa kisah-kisah kecil orang lain, manusia bukanlah apa-apa tanpa hal-hal yang menyebalkan seperti; rindu.

(Tulisan di atas kuperuntukkan pada seorang perempuan bernama, Jauh. Telah kumuat beberapa kali pada beberapa blogku  yang lain. Ketika kau menemukan (lagi) tulisan ini, kau akan tahu bahwa aku sedang mengingatmu)

Komentar

Postingan Populer