un morceau
Namaku Rudi. Ini
harus aku abadikan. Apa yang kulewati tiga bulan terakhir telah mengubah cara
pandangku tentang dunia. Tentang hidup atau tentang bagaimana seharusnya
seorang pemuda bangun pagi kemudian memandang wajahnya di kaca jendea yang
berembun. Aku tak sedang bersedih. Sungguh. Ini bukan kesedihan apalagi
kebuntuan jalan. Kupikir memang ini harus kuabadikan. Mungkin karena saking
senangnya atau memang ini adalah fase penting dalam perjalanan hidupku. Aku rasanya
sedang memulai kembali di sini. Apa yang kujumpai di tempat ini benar-benar
terasa baru dan segar. Serba hijau mesti kusentuh dengan hati-hati. Aku tak
ingin melakukan melakukan kesalahan lagi. Meski hal-hal seperti itu selalu saja
mengintai dari dekat, di mana-mana.
Bogor pagi ini
sedang gerimis. Aku selalu bangun lebih awal. Pagi di kota ini benar-benar
berbeda. Ini kota jauh pertama yang kudatangi. Rumah benar-benar terasa indah
jika kubayangkan dari sini. Aku ingin suatu hari kota ini jadi rumahku juga. Akan
selalu ada seseorang yang kusayangi hidup di dalamnya.
Apakah memulai
memang selalu terasa sulit? Apakah memulai memang selalu dekat dengan perasaan
menyerah dan putus asa? Atau inikah ujian yang sesungguhnya. Akhirnya aku muali
rajin berdoa. Selama ini rasanya kesombongan dan kemalasan perlahan merenggut
diriku yang sebenarnya. Setiap kali aku merasa gagal, segala yang telah kumulai
hampir tak ada artinya. Namun kupikir niatku masih baik. Lalu aku kembali yakin
jika ini tak akan sia-sia. Mungkin sedikit lagi. Mungkin sebentar lagi.
Tak ada orang
benar-benar tahu selain aku. Selain dia. Apa yang kulewati di sini begitu sulit.
Baik di luar maupun di dalam hati. Tapi menyenangkannya adalah kita selalu puny
acara untuk menghibur hati. Kita selalu saja bisa lolos dari keluh kesah itu. Seperti
inikah rasanya menmukan teman yang sesungguhnya. Tak peduli seberapa hebatnya
pertengkaran, seberapa sesaknya dada atau seberapa derasnya air mata. Kita selalu
saja bisa yakin bahwa kita masih selalu saling menyayangi.
Kisah cinta
telah membawaku pada tercapainya beberapa impian kecilku untuk mengunjungi kota
ini. Bukankah hidup memang penuh dengan kejutan. Aku percaya itu sekarang. Aku tak
peduli meski saat ini situasiku memang sulit. Belum bekerja dan kebutuhan
selalu saja mebgejar-ngejar. Saat segalanya telah terasa begitu menyesakkan
kuangkat tangan kedepan dada lalu mengirim doa-doa kecil pada Tuhan dengan
harapan ini akan segera bergati dengan yang baik-baik saja. Aku mendengar
lagu-lagu yang tenang atau film-film bijaksana ketika tak ada lagi puisi yang
tersisa.
Seandainya hidup
itu ibarat seseorang yang menyerupai manusia, mungkin ia adalah perempuan. Rumit
namun selalu ada alasan untuk ingin kembali memeluknya. Saat-saat seperti ini
terasa melegakan. Menulis membuatku bisa berbicara tenang dengan diriku
sendiri.
Komentar
Posting Komentar