Senjakala dan Puisi Kecil

 Dalam perjalan hidup setiap orang, petualangan bisa dimulai dari manapun. Dari pertemuan dengan orang baru, pekerjaan, tempat tinggal dan peristiwa-peristiwa yang unik. Perjalanan selalu melahirkan pemikiran dan perasaan yang baru. Jika tidak, itu mungkin bukanlah sebuah perjalanan. 

Pada hakikatnya, setiap manusia adalah individu yang unik. Keunikan tersebut tentunya tidak dimaksudkan pada hal-hal yang sempurna dan lengkap, namun merujuk pada berbagai aspek pelengkap unsur-unsur yang menyusun kehidupan. Misalnya, dinamika sosial dan internal individu itu sendiri misalnya kondisi psikologis dan cara berpikir masing-masing.

Pada perjalanan hidupku misalnya. Tak ada yang pernah menyangka aku akan tiba di tempat dan kondisi ini. Dengan segala kesulitan yang ada, rasanya hal-hal terdekat yang bisa diucapkan kala itu hanyalah ketidakmungkinan. Tapi setiap hal di sekitar kita selalu punya pengaruh penting. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Teman-teman dan keluarga atau kesenangan yang setiap hari kita ulang adalah pengaruh utama dalam mengambil keputusan. Buku atau film yang baru saja kita tonton bisa saja telah menjadi bahan bakar semangat untuk melakukan sesuatu. Musik yang liriknya mewakili kondisi dan perasaan, selalu tidak mudah kita abaikan. Begitupun obrolan dengan teman dekat ataukah sahabat, akan selalu penting untuk kita renungkan. 

Saat ini di sebuah kedai kopi langgananku di Kota Bogor yang tak perlu saya tunjukkan lokasinya. Aku baru saja memesan kopi. Barista sepertinya sudah mengenalku dengan baik. Dengan sedikit senyum, ia akan segera menyambut dan menyiapkan secangkir long black panas untukku. Tentu saja. Itu menu andalanku di kedai kopi manapun aku sedang memesan kopi. Kecuali ketika sedang berada di warkop yang kebetulan tidak menyediakan mesin kopi maka aku akan memesan kopi hitam dengan catatan "sedikit gula".

Kuingat-ingat lagi perjalanan menuju ke tempat ini. Dengan segala kecemasan yang ada, aku berjalan penuh kebingungan namun juga tak akan melangkah mundur atau berhenti sedikit pun. Inilah hidup yang kupilih, aku telah memutuskannya sendiri. Akan kujalani dengan berani. Mungkin kurang lebih seperti itu kata-kata yang akan kutulis di buku catatan kecilku waktu itu andai saja aku sempat menulisnya di kursi ruang tunggu bandara udara Sultan Hasanuddin sore itu.

Terlempar sedikit ke masa lalu. Masih kuingat jelas suasana dan perasaan-perasaan ketika aku sedang menghabiskan sore di pantai (di Makassar) sendirian. Aku selalu tak lupa membawa buku bacaan (biasanya buku kumpulan puisi) ataukah buku catatan kecil dan tentu saja soda kalengan dingin yang kubeli sebelum memasuki area pantai.

Masih kuingat jelas aroma laut, semilir angin yang lembab menjelang malam dan tentu saja desir ombak yang kadang pelan, kadang gemuruh. Kusadari betul, betapa melankolisnya aku waktu itu. Bahkan mungkin sampai saat ini.

Pernah pada suatu hari, langit sudah hampir gelap ketika aku sampai di pantai. Angin sedang berhembus tenang, tentu saja ombak pun sedang ramah. Di telapak kakiku yang basah dan memijak pasir, menjalar sebuah kerisauan teramat mendalam. Sebuah ingatan tentang seseorang tiba-tiba memasuki seluruh tubuhku dan melumpuhkan semua ketenangan jiwa yang telah kubangun dengan susah payah. Menjadi biasa saja bukanlah hal mudah bagi seorang pria melankolis yang sedang patah hati. Bagiku kerinduan tentang kenangan masa lalu bukanlah tentang sosoknya, tak selalu tentang keinginan untuk kembali, namun tidak semua orang bisa menerima keruntuhan mimpi dan harapan yang telah dibangun bersama harus tiba-tiba hilang begitu saja. Seperti tak pernah ada apa-apa sebelumnya.

Mungkin memang seperti itulah masa lalu, selalu terdengar umum dan biasa saja jika tidak sedang mengalami. Sisi kelam manusia itu unik. Ada yang terasa seperti mimpi buruk dan ada pula yang selalu ingin diulang pada suatu waktu.

Aku tak ingin menceritakan hal-hal yang demikian personal seperti dulu di blog-blog yang pernah aku buat. Aku bukan lagi orang itu, namun yang pasti, aku tetap selalu ingin merasakan hal-hal seperti itu. Aku percaya bahwa masa kini selalu terkuatkan oleh masa lalu yang kelam. Masa lalu membuatku untuk selalu mengingat bahwa inilah aku yang sebenarnya. Aku yang selalu berjalan ke depan dan menikmati apapun yang ada. Aku yang selalu menghadiahi diriku sendiri dengan puisi-puisi kecil yang dipetik dari masa silam. 

Di tempat ini, sebuah puisi kecil akan lahir. Seperti biasa, kejujuran akan hadir di dalamnya. Puisi masih selalu membawaku ke manapun. Ke tempat-tempat yang tak lagi bisa kukunjungi kembali atau pada setiap nama yang selalu lebih sering kuingat ketimbang namaku sendiri. Untuk orang-orang yang pernah mengenal dan menatap mataku lebih dalam, siapapun kamu, rasakanlah aku yang dulu;

{~~~~~~~~~}

Di tepi jendela ini, aku tak menemukan diriku menggenggam tanganmu. Aku masih ingat ketika membisikkan kata-kata tak penting ke telingamu, namun selalu jadi adegan favoritku kala itu. Di ruangan ini, di tempat yang jauh dari masa lalu, atau di tempat yang mustahil terjangkau kita, aku mengingat lagi nama-nama itu.

Ini bukanlah puisi kecil untuk cinta. Tidak juga sebagai pengingat tentang halaman yang terlipat pada buku kecil yang rahasia. Ini hanyalah penanda, sebagai suar, bahwa di manapun kau berada, kau akan kembali mengingatku sebagai anak kecil yang naif dan pemalu. Namun selalu kau rindukan kehadirannya.

Bahwa di manapun kau berada, atau kapanpun kau tiba-tiba mengingatku, kau akan percaya bahwa dengan kesabaran, waktu telah menyembuhkan luka yang tak sengaja kita buat sendiri.

Jika di tempatmu berada sedang hujan, maka puisi kecil ini adalah tetesnya yang tak sengaja melompat ke bawah kelopak matamu. Biarkanlah ia basah di sana sebentar saja. Dan jika itu akan jatuh ke pipi, maka sentuhlah ia dengan ujung jarimu seperti kau menyentuh ketiadaanku kini.

Puisi kecil ini untukmu, siapapun yang merasakan. 

Komentar

Postingan Populer